Perlawanan Kerajaan Demak Terhadap Portugis -
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Sebelumnya kerajaan Demak merupakan keadipatian vazal dari kerajaan Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga tahun 1550 (Soekmono: 1973). Raden patah adalah bangsawan kerajaan
Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang secara resmi menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara.(Muljana: 2005). Raden Patah menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak..Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena kondisi Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan Demak juga dipercepat dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja.( Poesponegoro: 1984).
Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan
besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang
sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan
beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga
memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan
Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Namun sayangnya, Kerajaan
Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi
perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Bisa dipastikan bahwa pada
tahun 1546, Kerajaan Demak berakhir. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan
Demak beralih ke Kesultanan Pajangyang didirikan oleh Jaka Tingkir. Dari
sini dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Pajang merupakan lanjutan dari Kerajaan
Demak, dengan raja pertama sekaligus pendiri dari Kerajaan Pajang adalah Jaka
Tingkir
Sejarah Perkembangan Kerajaan DemaK
Letak
Geografis Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa
Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari
para bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama
Islam. Wilayah Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan
Majapahit, kemudian berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan Pasuruan di
Timur. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat
dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro"
dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota
Demak di Jawa
Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang dikenal sebagai
"Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan
ke Prawata.
Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan dari Kerajaan Demak
A. Raden Patah (1500-1518)
Raden
Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah
tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah
adalah putra prabu Brawijaya raja terakhir. Di ceritakan prabu
Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri
cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal
dari Campa merasa
cemburu, prabuBrawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra
sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah
melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan
melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen.
Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan
bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong,
nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi
(alias Bhre
Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden
Kusen menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya
sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan
menumpang kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri
pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel
Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu
perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka. Raden Kusen kemudian mengabdi pada
prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung,
sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan
Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden
Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk
sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya diMajapahit khawatir
kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen
menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan
dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun
diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota
bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah
dari Surabaya ke Demak tahun 1475.
Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat
Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo
(alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak,
dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara (
Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah,
lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511,
Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak
berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan
kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan
kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan
Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia
menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga
dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin
mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus
atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan
ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden
patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain
itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang
terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya
oleh walisanga.
B. Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan
putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah
berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena
keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono:
1973). Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan
pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan
Barat Daya. Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari
perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa
dan menjadi penguasa di Jepara. ( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau
diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari
Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat menjadi
Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda
beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir
lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus).
Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan
Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima
Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun
1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk
benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa.
Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat
persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar
sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah
terkenal dalam pembuatan kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati
Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau
Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak
dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung
Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.
Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi
Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah
kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang
ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk
merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama
Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan
rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian
disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur)
di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan
Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut
Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif
Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang
menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C. Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga,
beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan
Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari
permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma
Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran
Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono
memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah
Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi
bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran
Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga
Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono
wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto.
Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu
dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan
prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin
Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam
pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi
belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah
bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya
yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya
rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan
memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai
pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang
meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah
Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau
tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun
(1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan
Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak
waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi
menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan
Prawoto
D. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan
Prawata adalah nama lahirnya (Raden Mukmin) adalah raja
keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih
cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa
kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas
tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh
orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah
sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijayamemindahkan
pusat pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang
memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku
putra tertua naik tahta. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya
menaklukkan Pulau
Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih
suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini
kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan
sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan
seorang Portugis bernama
Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang
mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia
sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan
seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras keMalaka dan
menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh
bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah
terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan
kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon,Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas;
sedangkan Demak tidak
mampu menghalanginya.
Gambaran Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya,
bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan
Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak
berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur
dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan
Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak
terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
Gambaran Kehidupan Sosial-Budaya masyarakat pada masa Kerajaan
Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar
belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu tidak heran jika
Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat
dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam
pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah
pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan
budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa
perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi
raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan ?
para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui
pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.
Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara
orang-orang Islam).
masjid Demak
|
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik
yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid
Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang
disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di
serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar
perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih
berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang
tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
Faktor – Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan di
Kerajaan Demak, antara Pangeran Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan
Trenggana). Pangeran Sekar Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan
Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi tahta
kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang
menuntut balas kematian ayahnya dangan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan
Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri ( suami Ratu Kalinyamat,
adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya
Penangsang untuk menjadi sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto
dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan tidak
disenangi oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu Sultan Trenggono.
Arya Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir yang selanjutnya memindahkan
pusat kerajaan ke Pajang.
Selain itu, Raden Patah kurang pandai menarik simpati orang
– orang pedalaman, bekas rakyat Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga terlalu
banyak menyandarkan kekuataannya kepada masyarakat Tionghoa Islam. Beliau
berkeinginan keras untuk membentuk negara Islam Maritim. Sehingga
mengakibatkan, perhatiannya lebih dicurahkan untuk pembuatan kapal-kapal
di kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak pada tahun 1568. (Muljana: 2005)
Sejarah
Awal berdirinya Kerajaaan Pajang
Pada abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab
Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya
memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak
ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa sampai kesana. Sementara itu, di
Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang didirikan oleh tokoh-tokoh beragama Islam.
Namun, sampai awal abad ke-16 kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Baru pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke-18 para penulis kronik di Kartasura menulis seluk beluk asal usul raja-raja Mataram dmana Pajang dilhat sebagai pendahulunya. Pajang sendiri sebagai kelanjutan dari Pengging pada tahun 1618 yang pernah dihancurkan ibukota dan sawah ladangnya oleh pasukan-pasukan dari Mataram karena memberontak. Di bekas kompleks keraton Raja Pajang yang dikubur di Butuh banyak ditemukan sisa-sisa keramik asal negeri Cina.
Ceritera mengenai sejarah Pajang malah termuat dalam kitab
Babad Banten yang menyebutkan Ki Andayaningrat berputera 2 orang yaitu, Kebo
Kenanga dan Kebo Kanigara. Meskipun Majapahit ambruk pada tahun 1625, Pengging
dibawah Kebo Kenanga berdaulat terus hingga pertengahan abad ke-16. untuk
menundukkan pengging Raja Demak memanfaatkan jasa Ki Wanapala dan Sunan Kudus,
dengan cara pendahuluan berupa adu kekuatan ngelmu.
Dua tahun kemudian, Kebo Kenanga berhasil dibunuh sedangkan
anak laki-lakinya yaitu Jaka Tingkir kelak mengabdi ke Istana Demak untuk
akhirnya mendirikan Kerajaan Pajang dengan sebutan Adi Wijaya.
Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan Kerajaan Pajang
A. Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng
Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang
menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.
Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki
Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum
mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak.
Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng
Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai
anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet tumbuh
menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya
adalah Sunan
Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu
Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani,Ki Ageng
Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu pada tahun 1578
seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama Wargautama ditindak oleh
pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas ini menunjukkan
masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Adiwijaya. Kekuasaan Pajang
ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora pada tahun 1554
menjadi rebutan antara Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebgai raja islam berhasil dalam
diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh raja-raja kecil yang
penting dikawasan Pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan
pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu
para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun,
Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur
adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya. Disebutkan pula bahwa Arosbaya
(Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama
Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
B. Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja
keempat Demak, yang
tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia kemudian diasuh
bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.Arya Penangsangkemudian
tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi
kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri
dinikahkan denganRatu Pembayun, putri
tertua Sultan
Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi
permasalahan takhta di Pajang. Putra mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan
Arya Pangiri dengan dukungan Sunan Kudus. AlasanSunan Kudus adalah
usia Pangeran
Benawa lebih muda daripada istri Pangiri, sehingga tidak pantas
menjadi raja. Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya
Pangiri sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas
negeri Arya
Penangsang).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu
dikoreksi, karena Sunan Kudussendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin
tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu
Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus
Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal
tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha
untuk menaklukkan Mataram daripada
menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya
tidak membenci Sutawijaya.
Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk
menyerbuMataram. Arya
Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan
orang-orangDemak untuk
menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih
oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah
menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke
Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa C. Pangeran
Benawa
Pangeran Benawa adalah raja ketiga Kesultanan Pajang yang
memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan Prabuwijaya. Pangeran Benawa adalah
putra Sultan
Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia
dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikanKesultanan
Mataram.
Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang
menikah dengan Mas
Jolang putraSutawijaya.
Dyah Banowati bergelar Ratu Mas Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja
terbesarMataram.
Selain itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang
kelak menurunkanYosodipuro dan Ronggowarsito,
pujangga-pujangga besar Kasunanan Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan
sebagai seorang yang lembut hati. Ia pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki
kesetiaanSutawijaya terhadap Pajang. Waktu itu Benawa
berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati Tuban) dan Patih
Mancanegara. Sutawijaya menjamu
ketiga tamunya dengan pesta. Putra sulung Sutawijaya yang
bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad
mengajak rombongan pulang.
Sesampai di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya,
bahwa Mataram berniat
memberontak terhadap Pajang.
Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan Sutawijaya, bahwa
terbunuhnya prajurit Tuban karena
ulahnya sendiri. Sutawijaya akhirnya
terbukti memerangi Pajang tahun
1582, dan berakhir dengan kematian Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang
seharusnya naik takhta disingkirkan oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak. Benawa kemudian
menjadi adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk
menurunkan Arya
Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang adil
dalam memerintah.
Dikisahkan, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas
dendam terhadap Mataram.
Orang-orang Demak juga
berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih. Akibatnya, pendudukPajang sebagian
menjadi penjahat karena kehilangan mata pencaharian, dan sebagian lagi
mengungsi ke Jipang. Persekutuan Benawa dan Sutawijaya terjalin.
Gabungan pasukan Mataram dan
Jipang berhasil mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan
takhta Pajang kepadaSutawijaya.
Namun Sutawijaya menolaknya.
Ia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dirawat diMataram. Sejak itu,
Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar
Sultan Prabuwijaya.
Gambaran Aspek Sosial Budaya Kerajaan Pajang
Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk
menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi
lumbung beras pada abad ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh
Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan
syariat Islam dengan sungguh-sungguh.
Gambaran Aspek Ekonomi Kerajaan Pajang
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih
ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan
Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa Timur kompak dalam
mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga
menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang
ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya
bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan sala. Irigasi berjalan
lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk mengairi sehingga
pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang telah mengekspor
beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala. Sejak
itu Demak sebagai negara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras
di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara
demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.
Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Pajang
Sepulang dari perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan
meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran
Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung
Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha
balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal itu
membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada
tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang.
Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran
Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir
dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak.
Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran
Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya
sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi
bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri
mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja pertama bergelar
Panembahan Senopati.
Keterkaitan Hubungan Antara Kerajaan Demak dengan Kerajaan
Pajang
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan
pada tahun 1500 M, oleh Raden Patah yang merupakan keturunan dari Raja
Kertabhumi. Sebagai Kerajaan Islam pertama di Jawa, Kerajaan Demak sangat
berpengaruh dalam proses Islamisasi pada masa itu, apalagi dengan bantuan para
wali sanga yang juga ikut berperan besar dalam masa kejayaan Kerajaan Demak.
Kerajaan Demak mengalami proses pergantian kepemimpinan selama 4 kali, yakni
Raden Patah (1500 – 1518), Adipati Unus (1518 – 1521), Sultan Trenggana (1521 –
1546), Raden Prawata (1546 – 1549). Namun sayangnya, kerajaan Demak tidak
berumur panjang. Setelah hampir 50 tahun berdiri, kerajaan Demak mengalami
keruntuhan yang diakibatkan oleh beberapa faktor.
Salah
satu penyebab faktor runtuhnya Kerajaan Demak adalah adanya perebutan kekuasaan
antara Arya Penagsang dengan Adiwijaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Jaka Tingkir. Ia adalah seorang menantu Sultan Trenggono yang berkuasa di
Pajang ( daerah Boyolali). Di dalam pertempuran-pertempuran itu Jaka tingkir
akhirnya mampu mengalahkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat Kerajaan Demak
ke Pajang pada tahun 1568. ( Muljana: 2005).
Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Kerajaan Pajang merupakan
lanjutan dari Kerajaan Demak yang didirikan ole Jaka tingkir yang masih
keturunan dari Demak, yang tak lain adalah menantu dari Sultan Trenggono.
Walaupun dalam bukunya Muljana di jelaskan bahwa Kerajaan Demak telah
benar-benar runtuh pada tahun 1546, tapi ketika Jaka Tingkir telah berhasil
mengalahkan Arya Penangsang, ia lalu memindahkan keraton Demak ke Pajang, dan
mendirikan Kerajaan baru yang disebut dengan Kerajaan Pajang
Perlawanaan yang dilakuakan oleh kerajaan Demak terhadap
Portugis
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaa Mataram(WangsaSyailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaa Mataram(WangsaSyailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan
nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan
Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak
berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama
yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500-1518).
Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 ? 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.
Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 ? 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 ? 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.
Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 ? 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
Setelah Anda mengamati gambar peta kekuasaan Demak tersebut,
yang perlu Anda ketahui bahwa daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan
antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap
daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis
seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan.
Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk Jakarta.
Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk Jakarta.
Gb. Mesjid Demak yang diambil pada th. 1810
Kemenangan gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat
tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang
berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.
Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak uraian materi selanjutnya.
Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.
Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Dari penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak uraian materi selanjutnya.
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
Post a Comment